Pages

Koin Bisa Apa ?

Koin Bisa Apa ?


     Kehadirannya sungguh serba salah. Jika ada ia diabaikan, waktu diperlukan sedang tidak kita miliki. Kadangkala ia adalah penyelamat di saat-saat tertentu ketika kita tidak memiliki uang kertas. Ya, ia adalah uang logam atau sapaan akrabnya adalah koin. Rupiah juga memiliki koin yang merupakan alat pembayaran yang sah, namun posisinya kerap dianaktirikan dibandingkan dengan saudara satu-satunya yaitu uang kertas. Walau berukuran kecil, dampak yang ditimbulkan bisa jadi besar. Sebagai pelaku ekonomi, manusia sejatinya menggunakan uang sebagai alat tukar dan satuan hitung. Koin juga merupakan instrumen yang penting dalam pasar ekonomi. Oleh karena itu, bijaklah dalam penggunaan uang demi keberlangsungan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya bagaimana pelaku ekonomi mempergunakan koin dalam kegiatan ekonominya sehari-hari.
Salah satu pecahan uang logam di Indonesia
sumber : website Bank Indonesia
     Transaksi di Indonesia umumnya menggunakan dua jenis uang yaitu kertas dan logam, walau saat ini sedang marak uang elektronik. Pada dasarnya masyarakat memilih kemudahan dalam melakukan pembayaran dengan uang kertas. Ringkas, nominal besar, dan tidak merepotkan di bawa kemana-mana dibandingkan dengan uang logam yang lebih berat dan memakan tempat penyimpanan pada dompet. Oleh karena itu pembayaran dengan koin dirasa tidak praktis dan mulai ditinggalkan sedikit demi sedikit. Padahal sejatinya, koin merupakan salah satu bagian dari rupiah juga yang seharusnya tetap berputar dalam perekonomian. Jika kita memiliki koin, transaksikanlah !

"Perwujudan #CintaRupiah dimulai dari hal kecil seperti koin."

     Dalam kehidupan sehari-hari sadarkah bahwa beberapa pecahan uang logam sangat sulit ditemukan atau bahkan jarang dipergunakan dalam melakukan transaksi. Bisa jadi karena beberapa harga didesain sebesar nominal uang kertas saja / uang kertas dan nominal koin tertentu. Contohnya adalah koin Rp.50,- yang sangat jarang digunakan dan jarang ditemukan. Mengapa demikian ? mungkin saja hal tersebut akibat dampak dari penetapan harga oleh penjual yang tidak melibatkan pecahan Rp.50,- atau bisa saja preferensi dari masyarakat Indonesia terhadap pecahan uang logam tertentu. Berikut adalah murni opini penulis terhadap preferensi kepemilikan uang logam yang mungkin saja bisa berpengaruh terhadap eksistensinya di pasar ekonomi.

Ilustrasi preferensi kepemilikan uang logam dan dampak yang mungkin ditimbulkan


Jika memang ilustrasi di atas mewakili kehidupan berekonomi anda sehari-hari, maka akan lebih baik mulai dari sekarang merubah sikap tersebut untuk menuju ekonomi yang lebih baik.

     Koin memang ada untuk melengkapi uang kertas yang memang nilai nominalnya tidak lebih besar dari uang kertas yang beredar saat ini namun tetap saja diperlukan. Namun jika ditilik lebih lanjut atau mungkin memperhatikan harga-harga, maka dapat dilihat bahwa harga dari suatu barang atau jasa kemungkinan akan pas atau berkisaran nominal uang kertas dengan pembulatan tertentu yang dilakukan penjual sehingga uang koin jarang terpakai. Kalaupun koin terpakai mungkin hanyalah koin pecahan Rp.500,- atau Rp.1000,-. Karena kedua pecahan koin tersebut adalah yang paling sering dibawa oleh seseorang untuk ditransaksikan. Jikalau harga tersebut memungkinkan untuk menggunakan koin misal Rp.3800,- maka konsumen biasanya akan membayarnya seharga Rp.4000,- dan menolak uang kembalian Rp.200,- dengan begitu konsumen tidak perlu menerima uang koin yang merepotkan untuk disimpan di saku atau di tas. Padahal sejatinya, dengan perilaku konsumen seperti itu secara tidak langsung konsumen telah turut andil dalam infilasi harga dimana seharusnya uang yang beredar hanya Rp.3800,- menjadi sebanyak Rp.4000,- dan harga yang dibayarkan Rp.200,- lebih tinggi dari yang seharusnya. Mungkin memang tidak terasa dampaknya, namun berpengaruh dalam perekonomian. Tidak ada salahnya mulai dari sekarang untuk mulai membelanjakan dan/atau menerima koin pecahan Rp.100,- dan Rp.200,- yang merupakan pecahan koin terkecil yang bisa ditransaksikan, walaupun tetap ada pecahan yang paling kecil yaitu Rp.50,- namun eksistensinya di peredaran pasar sangat sulit atau bahkan jarang kita temukan.


ilustrasi inflasi

    Dengan melihat ilustrasi di atas mungkin saja transaksi yang dilakukan konsumen karena terbiasa menolak kembalian koin oleh penjual berdampak pada inflasi. secara tidak langsung harga sesungguhnya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan yang seharusnya di bayar. Padahal uang Rp.200,- tersebut kemungkinan dapat kita simpan untuk melakukan transaksi berikutnya yang akan kita lakukan dibandingnkan dengan kita menyumbangkan inflasi yang justru mencederai perekonomian itu sendiri. 

     Melihat dari ilustrasi inflasi di atas, konsumen jarang mengambil / menolak kembalian uang logam pecahan kecil juga menimbulkan masalah lain. Contoh masalah tersebut terjadi di gerai-gerai mini market atau retail besar yaitu kembalian koin di ganti dengan permen. Hal ini merupakan nyata di Indonesia dan mungkin bahkan masih terjadi sampai saat ini. Dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan pihak penjual sepenuhnya. Karena keengganan masyarakat mentransaksikan koin inilah maka kemungkinan masalah ini terjadi. Mini market dan/atau retail besar menjadi sulit untuk memiliki/menemukan koin sehingga mereka harus menukar di bank dalam jumlah besar. Kemudian ditimbun kembali oleh masyarakat dan timbul lagi masalah tersebut hingga berulang ulang pada siklusnya. 


Ilustrasi siklus
     Dari ilustrasi siklus di atas bisa jadi Bank Indonesia menambah percetakan uang logam karena permintaannya yang tinggi namun terus menerus dilakukan penimbunan oleh masyarakat sehingga keberadaanya di pasar ekonomi terus mengalami kekurangan. Penggunaan koin dalam transaksi sehari-hari menjadi hal yang penting agar kembalian permen tidak lagi menjadi momok yang menyebalkan di dalam masyarakat.

     Merujuk pada negara lain seperti halnya Malaysia atau Thailand, Vending Machine masih banyak digunakan terutama untuk pembayaran transportasi publiknya yang memang sangat amat diandalkan warga negaranya. Vending Machine merupakan sahabat terbaik koin, tempat di mana ia berputar dan beristirahat. Vending machine tersebut dapat menerima pembayaran koin dan uang kertas dengan pecahan tertentu, oleh karena itu kepemilikan koin dengan pecahan kecil pun masih dapat digunakan untuk pembelian tiket. Di indonesia Vending Machine berbantukan koin sangat jarang ditemukan oleh karena itu masyarakat tidak mendapatkan media penyalur untuk melakukan perputaran uang koinnya. Kemudian tumbuhlah sikap-sikap yang baik namun kadang banyak yang salah persepsi akan hal ini, yaitu menimbun koin di rumah untuk dikumpulkan sedikit demi sedikit. Kecenderungan masyarakat untuk menimbun koin juga merupakan suatu masalah tersendiri. Jumlah koin yang beredar di pasar menjadi lebih sedikit dan mungkin saja Bank Indonesia melakukan percetakan koin kembali karena jumlah edarnya yang kurang.

     Coin Counting Machine / Coin Deposit Machine pada tempat-tempat strategis seperti bank, pusat perbelanjaan, halte, stasiun, dan tempat lain yang dirasa perlu untuk difasilitasi. Coin Counting Machine / Coin Deposit Machine agar masyarakat yang memiliki koin dalam jumlah yang banyak dapat terfasilitasi untuk melakukan penukaran koin menjadi uang kertas. Karena menurut pengalaman penulis menukar koin dalam jumlah banyak di bank umum menjadi lelucon tersendiri bagi nasabah lain yang melihat. Sangat berbeda rasanya membawa berlembar-lembar uang kertas dengan berkantong-kantong koin untuk disetorkan pada bank umum. 


Coin Counting Machine yang ada di Amerika Serikat
sumber : website mybanktracker
      Selain mesin untuk koin, saat ini juga telah disediakan oleh Bank Indonesia jasa kas keliling di mana kita dapat menukarkan uang logam yang kita punya untuk ditukarkan dengan uang kertas. Untuk jadwal dan tempat pelayanan kas keliling ini dapat dipantau melalui akun twitter Bank Indonesia www.twitter.com/bank_indonesia atau dengan menelepon kantor perwakilan Bank Indonesia di masing-masing provinsi.

Pelayanan Kas Keliling yang dilakukan oleh Bank Indonesia
sumber : website bengkuluekspress

     Tumbuhkanlah sifat dan sikap cinta rupiah dengan membelanjakan koin anda dari sekarang. Koin diciptakan untuk bersama tidak untuk ditimbun sendiri, maka belanjakanlah!. Jadilah seperti anak kecil bangga memiliki koin, dan tidak malu untuk mentransaksikannya. Anak-anak kecil di Indonesia merupakan salah satu rantai pemutar koin dalam perekonomianMaka dari itu, bijaklah dalam bertransaksi, gunakanlah koin yang memang sebagai alat pembayaran yang sah. Tidak perlu malu, cintailah rupiah. Kita sebagai warga negara Indonesia adalah orang yang memang harus mencintai rupiah kita sendiri.

Note : Tulisan ini untuk dilombakan dalam Lomba BLOG Bank Indonesia dan berhasil masuk dalam 100 Besar.